Kasus Perlindungan
Konsumen
Kasus penarikan indomie di Taiwan dikarena pihak Taiwan menuding
mie dari produsen indomie mengandung bahan pengawet yang tidak aman bagi tubuh
yaitu bahan Methyl P-Hydroxybenzoate pada produk indomie jenis bumbu Indomie
goreng dan saus barberque.
Hal
ini disanggah oleh Direktur Indofood Sukses Makmur, Franciscus Welirang
berdasarkan rilis resmi Indofood CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie
menegaskan, produk mie instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan
dari Departemen Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah
menyatakan Indomie tidak berbahaya.
Permasalahan diatas bila ditilik dengan pandangan dalam hokum
perlindungan maka akan menyangkutkan beberapa pasal yang secara tidak langsung
mencerminkan posisi konsumen dan produsen barang serta hak dan kewajiban yang
harus dipenuhi oleh produsen.
Berikut adalah pasal-pasal dalam UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang berhubungan dengan kasus diatas serta jalan penyelesaian:
Berikut adalah pasal-pasal dalam UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang berhubungan dengan kasus diatas serta jalan penyelesaian:
- Pasal
2 UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- Pasal
3 UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- Pasal
4 (c) UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- Pasal
7 ( b dan d )UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Perlu ditilik dalam kasus diatas adalah adanya perbedaan standar
mutu yang digunakan produsen indomie dengan pemerintahan Taiwan yang
masing-masing berbeda ketentuan batas aman dan tidak aman suatu zat digunakan
dalam pengawet,dalm hal ini Indonesia memakai standart BPOM dan CODEX Alimentarius
Commission (CAC) yang diakui secara internasional.
Namun
hal itu menjadi polemic karena Taiwan menggunakan standar yang berbeda yang
melarang zat mengandung Methyl P-Hydroxybenzoate yang dilarang di Taiwan. Hal
ini yang dijadikan pokok masalah penarikan Indomie. Oleh karena itu akan
dilakukan penyelidikan dan investigasi yang lebih lanjut.
Untuk menyikapi hal tersebut PT Indofood Sukses Makmur
mencantumkan segala bahan dan juga campuran yang dugunakan dalam bumbu produk
indomie tersebut sehingga masyarakat atau konsumen di Taiwan tidak rancu dengan
berita yang dimuat di beberapa pers di Taiwan.
Berdasarkan
rilis resmi Indofood CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie menegaskan,
produk mie instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari
Departemen Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah menyatakan
Indomie tidak berbahaya.
Direktur Indofood Franciscus Welirang bahkan menegaskan, isu
negatif yang menimpa Indomie menunjukkan produk tersebut dipandang baik oleh
masyarakat internasional, sehingga sangat potensial untuk ekspor. Menurutnya,
dari kasus ini terlihat bahwa secara tidak langsung konsumen di Taiwan lebih
memilih Indomie ketimbang produk mie instan lain. Ini bagus sekali. Berarti kan
(Indomie) laku sekali di Taiwan, hingga banyak importir yang distribusi.
Kasus Persengketaan Dalam Ekonomi
Perusahaan besar yang
bergerak di consumer product, diguncang masalah dengan karyawanya. Sekitar 200
buruh bagian pabrik roti yang tergabung dalam Gabungan Serikat Pekerja PT Sara
Lee Indonesia, menggelar aksi mogok kerja di halaman pabrik, Jalan Raya Bogor
Km 27 Jakarta Timur, Rabu (19/11/10). Aksi mogok kerja ini, ternyata tidak
hanya di Jakarta namun serentak di seluruh distributor Sara Lee se-Indonesia.
Bahkan, buruh yang ada di daerah mengirim ‘utusan’ ke Jakarta untuk memperkuat
tuntutannya. Utusan itu bukan orang, namun berupa spanduk dari Sara Lee yang
dikirim dari beberapa daerah. Dalam aksinya di depan pabrik, para buruh yang
mayoritas perempuan ini membentangkan spanduk berisikan tuntutan kesejahteraan
kepada manajemen perusahaan yang berbasis di Chicago Sara Lee Corporation dan
beroperasi di 58 negara, pasar merek produk di hampir 200 negara serta memiliki
137.000 karyawan di seluruh dunia.
Dengan mengenakan kaos putih dan ikat merah di
kepalanya. Buruh merentangkan belasan spanduk, di antaranya bertuliskan: “Kami
bukan sapi perahan, usir kapitalis”, “Rp 16 triliun, Bagian kami mana?”,
“Jangan lupa karyawan bagian dari aset perusahaan juga.” “Kami Minta 7 Paket”,
“Perusahaan Sara Lee Besar Kok Ngasih Kesejahteraan Kecil” juga tuntutan lain
tentang kesejahteraan dan gaji yang rendah. Spanduk juga terpasang di pagar
pabrik Sara Lee, juga ada sehelai kain berisi tanda tangan para pekerja dan 12
poster yang mewakili suara masing-masing tim dari berbagai daerah, seperti
Jakarta, Banyuwangi, Medan, Makassar, Denpasar, Jember, Surabaya, Madiun,
Kediri, Gorontalo, Samarinda, Lombok dan Aceh. Poster dari Surabaya GT tertera
beberapa kalimat yang berbunyi: “Kami tidak akan berhenti mogok, sebelum kalian
penuhi tuntutan buruh, penjahat aja tahu balas budi, kalian?” Juga poster dari
Tim Banyuwangi menyuarakan: “Kedatangan kami bukan untuk berdebat, kami datang
untuk meminta hak kami, jangan bersembunyi di belakang UU, dan jangan ambil
jatah kami, ayo bicaralah untuk Indonesia.” “Kami terpaksa mogok karena jalan
berunding sudah buntu dari pertemuan tripartit antara manajemen perusahaan
dengan serikat pekerja. Banyak tuntutan yang kami ajukan mulai kesejahteraan,
peningkatan jumlah pesangon dan kompensasi dari manajemen,” ungkap seorang
buruh wanita yang enggan disebut namanya. Buruh takut menyebut nama, sebab
manajemen perusahaan akan terus melakukan intimidasi yang menyakitkan. “Ini
aksi dalam jumlah yang kecil, dan menggerakan lebih besar dan sering
melancarkan aksi, jika tuntutan kami tak dikabulkan,” sambungnya. Perwakilan
manajemen sempat mengimbau peserta aksi mogok untuk kembali bekerja melalui
pengeras suara, namun ditolak oleh pekerja.
Hingga kini aksi buruh
terus bertambah sebab karyawan dari distributor Jakarta, Bogor, Tanggeran,
Depok dan Bekasi satu persatu memperkuat aksinya itu. Buruh lainnya mengatakan
kasus ini bermula dari penjualan saham Sara Lee dijual kepada perusahaan besar.
Ternyata, perusahaan baru itu Setelah enggan menerima karyawan lain, sehingga
nasib karyawan menjadi terkatung-katung. Bahkan, memutus hubungan kerja
seenaknya saja. Buruh pun aktif demo. Sara Lee merasa malu dengan aksi yang mencoreng
perusahaan raksasa inim sehingga siap melakukan perundingan tripartit.
Sayangnya, hingga kini belum ada kesepakatan karena manajemen perusahaan
memberikan nilai pesangon yang sangat rendah, tak sesuai pengabdian karyawan.
Kesimpulan : Menurut saya, Manajemen PT. Saralee harus berunding terlebih
dahulu dengan para buruh agar menemui suatu titik kesepakatan. Jika PT. Saralee
tidak memperoleh laba yang ia targetkan, seharusnya ia dapat mengambil
kebijaksanaan yang tidak membuat salah satu pihak rugi akan hal ini.
Perundingan secara kekeluargaan adalah satu-satunya solusi yang dapat meredam
demo. Jika demo terus terjadi, pihak Saralee malah akan mengalami kerugian yang
lebih besar lagi, karena jika kegiatan operasional tidak berjalan seperti
biasa, laba pun tidak akan didapatkan oleh PT.Saralee.